Jumat, 27 Maret 2015

ETIKA PROFESI

Kepakaran atau expertise merupakan suatu pengetahuan yang ekstensif dan spesifik yang diperoleh melalui serangkaian pelatihan, membaca, serta pengalaman. Pengetahuan dapat membuat pakar mengambil keputusan secara lebih baik dan lebih cepat, dibandingkan dengan non-pakar dalam memecahkan problem yang lebih kompleks. Berikut merupakan kepakaran dari seorang sarjana teknik industri:

Umumnya seorang sarjana teknik seringkali membanggakan mengenai kompetensinya dalam berbagai hal mulai dari proses perancangan produk, perancangan tata cara kerja, sampai dengan membanggakan konsep-konsep strategis untuk mengembangkan kinerja industri. Seorang profesional teknik industry akan bias menunjukkan cara kerja yang lebih baik, lebih cerdik, lebih produktif, serta lebih berkualitas. Seorang teknik industri bisa diharapkan sebagai “problem solver”, untuk membuat sistem produksi bisa dioperasikan dan dikendalikan secara lebih efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien. Hal yang demikian eliminasi dilakukan dalam berbagai hal yang bersifat kontra-produktif seperti pemborosan waktu, uang, material, energi, serta komoditas lainnya merupakan fokus utama yang harus dikerjakan[1].

Pada awalnya profesi teknik industri secara tradisional mengurusi persoalan-persoalan di tingkat pengendalian operasional (seperti: perancangan tata letak mesin, tata cara kerja, sistem manusia-mesin, dan penetapan standar kerja). Beberapa dekade terakhir ini profesi teknik industri lebih banyak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait dengan perencanaan strategi dan pengambilan keputusan pada tingkat manajemen puncak[1].

Hasil yang baik berasal dari hal yang baik. Begitupula dengan profesi yang dijalani, akan berjalan dengan baik apabila diimbangi dengan karakter dari etika berprofesi yang baik pula. Berikut ini merupakan contoh kasus karakter yang tidak beretika[2]:

Pertama adalah tidak menghargai pendapat dan keputusan orang saat melakukan musyawarah demi tercapainya suatu keputusan bersama. Perihal ini berkaitan dengan adanya suatu rapat bersama, dimana banyak argumen yang diberikan oleh pendapat lainnya, akan tetapi tidak disetujui, dan perolehan keputusan yang dihasilkan tidak bisa diterima oleh salah seorang anggota rapat. Hal ini adalah salah satu contoh etika tidak berprofesi.

Kedua adalah menanggapi dengan sikap yang emosional. Perihal ini berkaitan dengan terbentuknya sebuah tim, dimana penyelesaian suatu hasil rundingan tidak dapat disepakati antara individu satu dengan lainnya yang disebabkan karena tidak dapat diselesaikannya dengan kepala dingin atas pembahasan yang sedang dilakukan.

Ketiga adalah bersikap egois dalam lingkup bersama. Perihal ini berkaitan dengan adanya sekelompok tim, dimana salah seorang anggota enggan menerima beban kerja atau tugas untuk menyelesaikan suatu misi, dan memberikan tugas tersebut pada anggota lainnya dengan wacana sebagai penyelesaian suatu misi.

Keempat adalah bersikap acuh tak acuh atau tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Perihal ini berkaitan dengan inginnya bergabung menjadi bagian dalam suatu kelompok, namun enggan untuk berbaur seakan tidak peduli dengan segala urusan yang ada.

Kelima adalah gaya bahasa tubuh dan nada bicara yang tidak sewajarnya. Perihal ini berkaitan dengan adanya perlakuan dari anggota dalam sekelompok grup atau hal lainnya, yang suka melakukan perbuatan tidak menyenangkan, hingga menyakitkan hati orang lain.

Kelima hal tersebut menunjukkan beberapa contoh dari adanya karakter tidak beretika yang harus dihilangkan. Lain karakter lain aktivitas. Aktivitas yang tidak beretika juga tidak baik untuk dilakukan. Berikut ini merupakan beberapa contoh dari aktivitas yang tidak beretika:

Pertama, tidak bertanggung jawab atas tugas yang diperoleh. Perolehan tugas yang didapat dari atasan ataupun rekan kerja harus dikerjakan dengan baik, sungguh-sungguh, cepat dan teliti. Sebab, apabila hal ini tidak dilakukan dengan penuh tanggung jawab, maka akan menghambat kegiatan lainnya.

Kedua, tidak konsistennya dalam bekerja. Seseorang yang saat melakukan pekerjaan tidak diimbangi dengan konsistensi dalam bekerja maka tidak dapat bekerja secara professional. Seperti misalnya mood yang selalu berubah dapat mempengaruhi pekerjaan, maka akan sulit untuk menyelaraskan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi.

Ketiga, tidak mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh institusi terkait. Pekerja yang melakukan pekerjaannya sesuka hati tanpa memikirkan adanya perlakuan pelanggaran atau tidak, maka akan menjadi tidak disiplin dalam melakukan suatu kegiatan. Sebab, segala yang dilakukan dikerjakan tanpa memikirkan adanya resiko.

Keempat, tidak menjaga keutuhan institusi. Artinya melakukan kegiatan yang dapat membuat terpecah belah nya suatu institusi atau membeberkan mengenai buruknya sesama anggota atau bahkan buruknya kondisi perusahaan.

Kelima, tidak dapat bekerja sama dengan baik dalam tim, dimana melakukan kegiatan yang tidak berdampak baik bagi perusahaan.

Sumber:

[2] http://sbm.binus.ac.id/files/2013/05/10-KARAKTER-KEPEMIMPINAN-MASA-DEPAN.pdf