Perencanaan Organisasi Kewirausahaan
Membahas
mengenai perencaan organisasi kewirausahaan perlu diketahui arti dari
perencanaan itu sendiri. Perencanaan adalah proses menentukan dengan tepat apa
yang akan dilakukan organisasi untuk mencapai tujuannya. Perencanaan juga
didefinisikan sebagai perkembangan sistematis dari program tindakan yang
ditujukan pada pencapaian tujuan bisnis yang telah disepakati dengan proses
analisa, evaluasi, serta seleksi diantara kesempatan-kesempatan yang diprediksi
terlebih dahulu[2].
Tujuan mendasar dari perencanaan
adalah membantu organisasi mencapai tujuannya. Perencanaan organisasional
mempunyai dua maksud, yakni perlindungan (protective)
serta kesepakatan (affirmative). Protective dimaksudkan untuk meminimasi
resiko dengan mengurangi ketidakpastian disekitar kondisi bisnis dan
menjelaskan konsekuensi tindakan menejerial yang berhubungan. Affirmative dimaksudkan untuk
meningkatkan tingkat keberhasilan organisasional. Adanya perencanaan akan
membentuk usaha terkoordinasi dalam organisasi, sebab tanpa adanya perencanaan
biasanya tidak adanya koordinasi dan timbulnya ketidakefisienan[2].
Pada
hakikatnya, tiap sumber daya organisasional mewakili suatu investasi dari mana
sistem manajemen harus mendapat pengembaliannya. Pengorganisasian yang sesuai
dari sumber daya-sumber daya tersebut akan meningkatkan efektivitas dan
efisiensi dari penggunanya. Henry Fayol telah mengembangkan 16 garis pedoman
umum yang bisa digunakan ketika mengorganisasi sumber daya-sumber daya, berikut
adalah garis pedoman tersebut[4]:
1.
Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara
bijak
2. Mengorganisasikan faset kemanusiaan dan bahan sehingga
konsisten dengan tujuan, sumber daya, serta kebutuhan dari persoalan tersebut.
3.
Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, enerjik, dan
menuntun.
4.
Mengkoordinasi semua aktivitas dan usaha.
5.
Merumuskan keputusan yang jelas, berbeda, serta tepat.
6. Menyusun bagian seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap
departemen dipimpin oleh seorang manajer yang kompeten, enerjik, dan tiap karyawan
ditempatkan pada tempat dimana dia bias menyumbangkan tenaganya secara
maksimal.
7.
Mendifinisikan tugas-tugas.
8.
Mendorong inisiatif dan tanggung-jawab.
9.
Memberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang
diberikan.
10.
Memfungsikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan.
11.
Mempertahankan disiplin.
12.
Menjamin bahwa kepentingan individu konsisten dengan
kepentingan umum.
13.
Mengakui adanya satu komando.
14.
Mmepromosikan koordinasi bahan dan kemanusiaan.
15.
Melambangkan dan memberlakukan pengawasan.
16.
Menghindari adanya pengaturan, birokrasi, serta kertas
kerja.
Pengorganisasin
menciptakan dan mempertahankan hubungan antara semua sumber daya organisasi
dengan menunjukkan sumber daya mana yang akan digunakan untuk aktivitas
tertentu, kapan, dimana, dan bagaimana sumber daya tersebut digunakan[1].
Konsep pembagian tenaga kerja
diberikan pada berbagai bagian tugas tertentu diantara sejumlah anggota
organisasi sehingga produksi dibagi menjadi sejumlah langkah atau tugas dengan
tanggung jawab penyelesaian yang diberikan pada individu tertentu. Berikut
adalah keuntungan dan kerugian dari pembagian tenaga kerja[1]:
Keuntungan
1. Pekerja berspesialisasi dalam tugas tertentu sehingga
keterampilan dalam tugas tertentu meningkat.
2. Tenaga kerja tidak kehilangan waktu dari satu tugas ke
tugas lainnya.
3. Pekerja memusatkan diri pada suatu pekerjaan dan membuat
pekerjaan lebih mudah dan efisien.
4. Pekerja hanya perlu mengetahui bagaimana melaksanakan
bagian tugas dan buka proses keseluruhan produk.
Kerugian
1. Pembagian kerja hanya dipusatkan pada efisiensi dan manfaat
ekonomi yang mengabaikan variabel manusia.
2. Kerja yang terspesialisasi cenderung menjadi sangat
membosankan yang akan berakibat tingkat produksi menurun.
Pada garis
pedomana yang telah diuraikan oleh Henry Fayol, dimana tindakan bias diambil
oleh seorang manajer bias ditaati dan diterima. Menurut Chester Barnard, akan
semakin banyak perintah manajer yang diterima dalam jangka panjang jika[3]:
1.
Saluran formal dari komunikasi digunakan oleh manajer dan
dikenal oleh semua organisasi.
2.
Tiap anggota organisasi telah menerima saluran komunikasi
formal melalui mana dia menerima perintah.
3.
Lini komunikasi antar manajer dan bawahan bersifat secara
langsung.
4.
Rantai komando yang lengkap digunakan untuk mengeluarkan
perintah.
5.
Manajer memiliki keterampilan komunikasi yang memadai.
6.
Manajer menggunakan lini komunikasi formal hanya untuk
urusan organisasional.
7.
Suatu perintah secara otentik memang berasal dari manajer.
Sumber: